2 Oktober menjadi Hari Batik Nasional
yang diperingati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Ada berbagai macam motif
dan jenis batik di Indonesia. Tiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing
Salah satu motif
batik di Yogyakarta yang unik adalah motif batik Parang. Bukan hanya bentuknya
saja, tetapi filosofi dan aturan di balik motif batik parang ini.
Batik Parang menjadi
motif batik sakral yang tidak bisa sembarang digunakan oleh orang. Hanya beberapa
orang tertentu saja yang boleh memakai batik ini.
Indonesia adalah
negara kepulauan yang kaya dengan ragam budaya. Salah satunya adalah batik yang
telah diakui keberadaannya oleh UNESCO.
Batik memiliki
beragam motif dengan filosofi tersendiri. Salah satunya adalah motif parang
yang dikenal sebagai motif batik sakral.
Batik Parang berasal
dari kata pereng yang berarti lereng atau tebing. Motif batik ini merupakan
simbol dari ombak laut karena memiliki pola geometris membentuk huruf S yang
saling terhubung dan tidak terputus membentuk diagonal
Motif batik
peninggalan Kerajaan Mataram ini memiliki filosofi paduan dari sifat tangkas,
waspada dan kontinuitas. Kontinuitas dalam mengupayakan kesejahteraan, berbuat
baik serta menjalin pertalian keluarga.
Motif ini pada zaman
dahulu tidak bisa digunakan oleh sembarang orang, kecuali Raja dan Ksatria
Kerajaan. Batik ini melambangkan simbol dan semangat saat turun ke medan
perang, penuh keberanian dan pantang menyerah seperti ombak yang memecah
karang.
Batik Parang di Jogja
melambangkan kewibawaan, kekuasaan dan kebesaran. Namun, hanya keluarga Keraton
yang boleh memakai Batik Parang.
Adalun jenis dari
motif parang yang meliputi Parang Rusak, Parang Barong, Parang Kusumo, Parang
Kletik, Parang Curiga, Parang Slobok dan lainnya. Jenis-jenis tersebut dipakai
dengan beberapa ketentuan.
Parang Kletik
memiliki arti sebagai Parang yang sangat kecil dan biasa digunakan oleh Putri
dan anak perempuan Raja. Sementara itu, Parang Gendreh memiliki ukuran medium
dan biasa digunakan oleh Ratu dan anak Raja.
Adapun Parang Barong
yang memiliki ukuran Parang yang besar dan digunakan oleh Raja. Oleh karena
itu, tidak ada yang boleh memakai Parang Barong saat ke Istana atau Keraton.
Selain Parang Barong,
adapun Parangkusumo yang juga digunakan secara turun-temurun oleh keturunan
Raja dan dipakai saat di keraton. Ada juga Parang Pamor digunakan dengan
harapan agar si pemakai mampu berwibawa.
Sementara itu, Parang
Rusak merupakan motif yang hanya dapat digunakan di Keraton. Biasanya motif ini
mampu mengidentifikasi asal Keraton pemakainya.
Adapun Bating Parang
Rusak Barong yang juga hanya dapat digunakan oleh Raja dalam ritual keagamaan
dan meditasi. Lalu ada Parang Slobok sebagai batik yang melambangkan keteguhan,
ketelitian dan kesabaran.
Dikutip dari buku
Ethnomathematics Teori dan Implementasinya karangan Irma Risdiyanti dan Rully
Charitas Indra Prahmana, Parang Pamor juga menjadi bagian dari Batik Parang
yang diharapkan dapat memancarkan cahaya keindahan. Cahaya keindahan tersebut
berupa kewibawaan bagi sang pemakainya.
Selain itu, dikutip
dari Cerita Batik karangan Iwet Ramadhan, adapun Parang Tuding yang digunakan
saat akan bernegosiasi atau berunding. Lalu ada Parang Curigo Kesit digunakan
oleh para permaisuri pada zaman dahulu dan mengandung makna kebijaksanaan.
Selain itu, motif
Parang juga terbagi dua, yaitu Gareng dan Mlinjon. Gareng terdiri dari
lengkungan-lengkungan dan Mlinjon yang terdiri dari persegi atau belah ketupat
Motif Parang konon ditemukan oleh Sultan Agung dari Mataram ketika
sedang bermeditasi di Pantai Selatan. Saat itu Sultan Agung tengah melihat
ombak yang memecah karang dan merasa jika harus ada kekuatan untuk dilambangkan
oleh motif Batik
Komentar
Posting Komentar